Kontraktor Proyek Rehabilitasi Taman Kota Gerung Dituding Abaikan Keselamatan Kerja


Faktantb. com
, Lombok Barat (27/11/2025)– Kontraktor pelaksana proyek rehabilitasi Taman Kota Gerung, CV. Raflesia Jaya, senilai Rp 2,2 miliar, dikritik warga dan aktivis karena diduga mengabaikan keselamatan kerja. Meski secara formal kontraktor menyatakan telah menyediakan alat pelindung diri (APD) untuk pekerjanya. Pantauan langsung di lapangan menunjukkan para pekerja justru tidak menggunakan APD sesuai ketentuan yang berlaku.

Asmuni, seorang aktivis, menilai kondisi tersebut sangat berisiko dan melanggar Undang-Undang Keselamatan Kerja yang mewajibkan penggunaan APD sebagai perlindungan pekerja. Ia mengingatkan pentingnya pengawasan ketat agar standar keselamatan di proyek konstruksi, terutama yang menggunakan anggaran pemerintah, benar-benar diterapkan.

“Kedisiplinan dalam menerapkan aturan keselamatan kerja harus menjadi prioritas. Ini bukan sekadar formalitas, tapi menyangkut nyawa pekerja,” tegas Asmuni.

Ia menekankan pemerintah daerah perlu melakukan evaluasi dan pengawasan lebih ketat terhadap CV. Raflesia Jaya agar mematuhi aturan konstruksi dan menjaga keselamatan tenaga kerja. Langkah ini penting agar proyek berjalan sesuai regulasi dan pekerja terhindar dari risiko kecelakaan.

Direktur Forum Peduli Pembangunan dan Pelayanan Publik (FP4) NTB, Lalu Habiburrahman, menambahkan bahwa kontraktor yang mengabaikan penyediaan dan penggunaan APD berpotensi menghadapi sanksi hukum serius. Mulai dari sanksi administratif, denda, hingga tuntutan pidana sesuai dengan peraturan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

Menurutnya, kewajiban penyediaan APD oleh kontraktor diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.08/Men/VII/2010 yang mewajibkan pemberian APD secara cuma-cuma sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI).

“Kelalaian menyediakan APD merupakan pelanggaran hukum pidana dengan ancaman hukuman penjara maksimal tiga bulan dan denda hingga Rp100 juta sesuai Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012,” jelas Lalu Habiburrahman.

Sementara itu, pelaksana proyek di  lapangan, Awaludin berdalih bahwa perusahaan telah menyediakan APD dan membagikannya kepada semua pekerja. Namun, pekerja enggan menggunakan APD dengan berbagai alasan.

“Perusahaan sudah menyediakan APD, tapi pekerja sendiri yang tidak mau menggunakannya,” ujarnya.

Awaludin mengaku selalu mengingatkan pekerja agar memakai APD, tapi kenyataannya banyak yang tidak patuh, sehingga menjadi permasalahan yang sulit diatasi. (ms)