OPINI: PPJ, Lampu Jalan, dan Terang yang Tak Sampai ke Nurani


  

Oleh: Amaq Oemar

Korupsi sering kali seperti lampu jalan: terang benderang di laporan resmi, tapi gelap gulita di kenyataan lapangan. Kasus dugaan korupsi Pajak Penerangan Jalan (PPJ) senilai Rp1,8 miliar di Lombok Tengah menjadi ilustrasi paling mutakhir. Uang rakyat menyala di atas kertas, tapi akal sehat pemangku kepentingan justru padam.

Publik menerima kabar bahwa perkara telah dilimpahkan ke pengadilan, tiga tersangka sudah mengenakan rompi tahanan, dan negara dirugikan secara negara. Apakah cerita ini selesai? Belum tentu. Ini baru bab pembuka, bukan epilog akhir.

Langkah Kejaksaan Negeri Lombok Tengah patut diapresiasi. Penyidikan yang panjang, pemeriksaan puluhan saksi, audit forensik, hingga pelimpahan berkas menunjukkan kerja institusional yang rapi dan teliti. Namun, di balik itu, pertanyaan publik tetap menggantung: apakah ini hanya pemangkasan ranting, atau keberanian menebang pohon utuh? PPJ bukan pajak yang jatuh dari langit. Ia lahir dari relasi sistemik yang melibatkan pemerintah daerah, badan pendapatan daerah, hingga PLN sebagai penyedia listrik.

Di sinilah ujian keberanian sejati. PPJ adalah pajak atas konsumsi listrik rakyat, dipungut melalui mekanisme terintegrasi: arus data, rekonsiliasi tagihan, dan koordinasi antarpihak. Potensi "bagi terang" pun terbuka lebar. Maka, wajar jika publik bertanya: apakah penyidikan berhenti di meja bendahara atau kursi kepala dinas? Ataukah berlanjut ke simpul-simpul lain, termasuk relasi dengan PLN dan pejabat Pemkab Lombok Tengah yang bersentuhan fungsional dengan PPJ?

Opini ini bukan untuk menghakimi atau memvonis, melainkan mendorong proses hukum yang adil dan menyeluruh, tanpa kesan tebang pilih. Kejaksaan memiliki instrumen kuat: follow the money, pengembangan perkara (splitsing), dan fakta persidangan yang bisa membuka pintu peran pihak lain.

Biarkan pengadilan bekerja, tapi jangan tutup telinga dari sinyal-sinyal yang muncul di ruang sidang.Publik Lombok Tengah—dan masyarakat luas—tidak mengejar sensasi. Yang diminta sederhana: keadilan konsisten. Jika ada aliran manfaat ke lebih dari satu tangan, terangi semuanya. Jangan biarkan lampu jalan menyala di satu titik, sementara lorong-lorong lain tetap gelap.

Korupsi PPJ bukan sekadar Rp1,8 miliar, tapi soal keberanian negara menyalakan akal sehatnya dan membuktikan siapa "pejuang keadilan" sesungguhnya.

Aman Oemar
Advokat dan Ayah dari Lima Anak yang Bahagia

Salam Good Governance...