Kawin Belia dalam Budaya Sasak: Butuh Kolaborasi untuk Mengatasi



Faktantb.com
Mataram (28/6/2025) - Pemerintah Provinsi NTB melalui Diskominfotik NTB menggelar Bincang Kamisan edisi ke-7 dengan tema "Kawin Belia dalam Budaya Sasak dan Akulturasinya". Diskusi ini menghadirkan empat narasumber lintas latar belakang untuk membahas persoalan sosial kompleks ini.

Guru Besar Universitas Mataram, Prof. Galang, menyatakan bahwa kawin belia di bawah umur tidak diperbolehkan karena tidak sesuai dengan aturan hukum positif dan agama. Ia menekankan pentingnya edukasi terkait kesehatan reproduksi dan pemahaman masyarakat bahwa perkawinan di bawah umur tidak dibenarkan.

Aktivis perempuan, Nurjanah, menyoroti bahwa pernikahan usia dini merupakan persoalan serius yang harus ditangani secara kolektif. Kabupaten Bima memiliki kasus tertinggi pernikahan anak, diikuti Sumbawa, Dompu, dan Kabupaten Sumbawa Barat.

Ketua Majelis Adat Sasak, Dr. Lalu Sajim, menjelaskan bahwa kawin belia dalam budaya Sasak bukanlah ajaran wajib, melainkan akulturasi nilai yang berkembang dari waktu ke waktu. Adat Sasak sejatinya mendukung kemaslahatan dan keberlangsungan hidup anak-anak. (Ms)

Generasi muda dan aktivis digital, Farah Ginan, menekankan pentingnya media sosial sebagai alat edukasi dan advokasi untuk mengubah pola pikir masyarakat mengenai pernikahan usia dini.

Diskusi ini menyepakati bahwa penyelesaian isu kawin belia membutuhkan pendekatan multidisipliner dan kolaborasi antara pemerintah, tokoh adat, akademisi, dan masyarakat sipil ¹.